Firdaus Gameda, Guru Sejarah dan Komikus dari Kediri, Menjadi Guru Itu Kebanggaan - Romansa Bening

Breaking

Firdaus Gameda, Guru Sejarah dan Komikus dari Kediri, Menjadi Guru Itu Kebanggaan



Banyak cara bisa dilakukan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran pada anak didiknya. Seperti yang dilakukan Firdaus Gameda. Dia menyampaikan materi sejarah melalui gambar. Ini dilakukan karena Firdaus juga seorang komikus.

Cara unik ini ditempuh karena bagi Firdaus seorang guru harus kreatif.  Pria kelahiran 20 Maret 1970 itu menuturkan, peran guru sangat vital dalam mempersiapkan generasi penerus. Kreativitas seorang guru tidak hanya mempermudah penyampaian materi melainkan juga contoh agar para murid terdorong menjadi kreatif pula. 

Dia melanjutkan, menjadi seorang guru tidak mudah. Guru saat ini dituntut lebih kreatif terutama dalam penguasaan teknologi yang semakin maju. Guru harus terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya. Jika tidak maka guru akan kalah dengan murid-muridnya. 

"Guru harus dekat dengan literasi. Membaca dan menulis,  istilahnya sudah menjadi makanan dan minuman sehari-hari. Namun, sekarang guru juga harus dekat dengan internet dan media sosial. Lewat situ pengetahuan akan terus bertambah mengikuti kabar terbaru sehingga bisa terus berkreasi," ujarnya. 

Firda, sapaan akrabnya menuturkan, jika guru tak meningkatkan kemampuannya maka akan kalah dengan siswanya. Saat ini siswa merupakan anak-anak milenial. 

"Pernah ada teman saya yang juga guru mengeluh, saat memberikan materi di kelas, sebagian muridnya sudah bisa dan tahu caranya karena mereka membuka internet. Hal itulah yang harus diwaspadai oleh guru saat ini," tuturnya. 

Sekarang, guru tak boleh memandang murid seperti saat guru menjadi murid dulu. Jika pembelajaran mengunakan metode jadul, guru akan gagap di depan murid-muridnya. "Mari upgrade kemampuan, literasi bisa melalui situs resmi kemendikbud, medsos, dan situs-situs resmi lainnya," kata pria yang mengajar sejarah di salah satu MTs swasta di Kabupaten Kediri itu. 

Dia bersyukur memiliki kemampuan dalam menggambar dan menekuni aktivitas membuat komik karena dua profesinya itu saling mendukung. Dalam pembuatan komik dia tak kesulitan menuliskan alur cerita karena sudah terbiasa mengajarkan sejarah pada murid-muridnya. "Cerita saat mengajar sejarah dapat saya aplikasikan dengan mudah ke dalam berbagai proyek komik yang saya kerjakan," katanya. 

Sebaliknya, gambar pada komik juga bisa membantu siswanya dalam menerima materi yang dia sampaikan. "Bayangkan saja, jika siswa yang kita ajar dijejali dengan ratusan bahkan ribuan kata dalam teks. Jenuh pasti akan melanda. Belum lagi tingkat penyerapan siswa dalam memahami pelajaran. Pasti tidak akan terserap dengan maksimal," ungkapnya. 

Pria yang sempat ingin menjadi anggota TNI itu menuturkan, metode komik yang dia tuangkan dalam proses belajar mengajar disambut dengan antusias oleh siswa-siswinya. Mereka merasa jauh lebih rileks dan tak tegang dalam menerima pelajaran yang disampaikan. "Ini adalah strategi khusus saya dalam mengajar," katanya. 

Dia menjelaskan, saat berada di depan siswa-siswinya selalu berusaha interaktif. Papan tulis tak pernah dia biarkan kosong tanpa coretan. Bahkan, hal sepele juga dia sampaikan saat menjelaskan materi ajarnya. "Hal sepele yang saya maksud adalah pernak-pernik sejarah. Misal saya menjelaskan sejarah perang Diponegoro, saya akan menggambar bagaimana detail dari keris, postur kuda, hingga raut wajah saat menghadapi lawannya. Di sisi lain, lawan juga akan saya jelaskan. Mereka menggunakan senjata apa, bentuk tamengnya, lengkap dengan piranti perangnya. Kan di sejarah tidak diceritakan musuh pakai senjata yang seperti apa, detail postur juga tak disebutkan. Hal itulah yang menjadikan penyampaian materi ajar saya berbeda dengan guru lainya," tambahnya. 

Motede tersebut dirasa sangat membekas. Tak hanya mudah dimengerti, bahkan menjadi sebuah kenangan. Banyak yang merasa kangen dengan metode ajar tersebut. "Setiap saya unggah hasil coretan tangan di media sosial, banyak alumni yang kangen dengan gambaran saya. Selain itu, saat bertemu siswa di jalan atau saat silaturahmi lebaran, mereka selalu bernostalgia dengan motode penyampaian saya saat mengajar," ujarnya. 

Dia juga tak segan-segan untuk memberikan cetakan komik hasil karyanya kepada siswa-siswi di kelas. Komik itu diberikan sebagai hadiah kepada siswa maupun siswi yang bisa menjawab pertanyaan. "Hal ini saya lakukan agar murid saya lebih semangat dalam proses belajarnya," katanya. 

Selain motode unik itu, sebelum pandemi dia juga mempunyai resep khusus dalam mengusir kejenuhan siswa saat belajar. Sesekali secara bergantian dia mengajak murid satu kelas berkunjung ke tempat bersejarah. Saat berada di lokasi yang dituju baru materi ajar dia sampaikan. "Kadang metode outdoor dapat menyegarkan siswa," ujar komikus dengan puluhan karya itu. 

Firda juga sering mengunduh video yang menarik kemudian memutarnya menggunakan proyektor di kelasnya. Metode itu dia lakukan untuk membuat siswanya nyaman dan tak mudah bosan. "Nah, ini kalau gurunya tak upgrade kemampuan, saya yakin tak bisa menggunakan mesin proyektor, apalagi guru yang seperti saya ini yang pernah muda," katanya sembari tertawa. 

Maka dari itu dia mengajak semua guru untuk terus belajar. Banyak tunjangan dari pemerintah yang bisa dimanfaatkan. "Jangan sampai kita terlena. Kan uang tunjangan bisa untuk beli gawai dan laptop yang mumpuni. Kita bisa terus upgrade kamampuan mengimbangi siswa milenial," tuturnya. 

Firdaus memaknai hari guru sebagai hari kebanggaan. "Kabanggaan menyandang status guru adalah, tak terbuai dengan pangkat dan jasa. Makanya dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa. Murid kita banyak yang bisa jadi menteri, polisi, TNI, dan orang-orang besar lainnya. Tetapi guru tetaplah guru dengan segala kesederhanaannya," ucapnya.(*)