Kimyen, Bakpao Legendaris Kediri - Romansa Bening

Breaking

Kimyen, Bakpao Legendaris Kediri

Siapa tidak kenal dengan bakpao. Makanan berbentuk bulat yang dikombinasi dengan berbagai macam isi itu sangat digemari karena kesan kenyang usai menyantapnya bisa menjadi pengganti makanan pokok sementara.

Di Kediri ada salah satu bakpao yang sangat dikenal. Bakpao itu bernama Bakpao Kimyen. Bakpao Kimyen diolah dan dipasarkan oleh keluarga besar almarhum Aruman. Sebelum dibawa ke Kediri oleh Aruman. Dulu bakpao kimyen telah eksis di wilayah Surabaya. Bakpao tersebut awalnya milik warga tionghoa yang tinggal di kota itu dengan nama Perusahaan Kimyen. Sedangkan Aruman sendiri merupakan salah satu karyawan bagian pengolahan di perusahaan tersebut.

Setelah mengabdi beberapa tahun di tempat itu, sekitar tahun 1976 perusahaan tempatnya bekerja beralih bisnis dari makanan menjadi bisnis otomotif dan membuka sebuah showroom kendaraan. Keputusan manajemen merubah jalur bisnis membuat beberapa karyawannya harus berhenti, termasuk Aruman dan dua temannya asal Surabaya dan Mojokerto. Tiga karyawan tersebut oleh manajemen dibekali masing-masing sebuah rombong dan dipersilakan melanjutkan bisnis pembuatan dan penjulan bakpao dengan tetap menggunakan nama “Kimyen”.Sang pemilik juga mewanti-wanti agar ketiga karyawannya tersebut sebisa mungkin tetap membesarkan bisnis bakpao kimyen meskipun harus dari beberapa daerah berbeda sesuai dengan strategi bisnis sang bos kala itu.

Dari situ dengan tekat yang kuat, Aruman kembali ke daerah asal yakni Kediri. Tidak mau berlama-lama, Aruman berbekal pengalamannya di Surabaya memulai mengolah bakpao. Setelah matang, bakpao hasil olahannya dijual sendiri oleh Aruman menggunakan rombong dari mantan bosnya.

Sekitar tahun 1978, keluarga Aruman pindah rumah dari Kelurahan Banjaran menuju Jl Letjen Suprapto gang 2 no 17 Kelurahan Burengan Kota Kediri. Sedikit demi sedikit dengan berjalannya waktu penjualan bakpao kimyen di Kediri mulai diterima masyarakat luas. Ketika penjualan semakin laris, Aruman mengajak salah satu saudaranya bernama Adi untuk ikut membantu dalam usaha tersebut.Selain kerabatnya itu, anak kedua Aruman bernama Heri Wahyu Surono juga ikut belajar dalam usaha ini. Lambat laun Heri telah menguasai baik cara mengolah bahan hingga menjadi makanan matang dan juga menjualnya dengan cara jemput  bola (keliling menggunakan rombong).


Pada tahun 1999, Aruman meninggal dunia. Mau tidak mau Heri harus memegang kendali usaha ini tetap bersama dengan saudaranya itu. Penjulan Bakpao Kimyen dari hari ke hari semakin laris. Bahkan kini setidaknya telah ada delapan orang bergabung sebagai mitra kerja yang memproduksi sekaligus menjualnya. Kedelapan mitra tersebut terdiri dari enam  orang berjualan di Kota Kediri, satu di Pare, dan satu di Tulungagung.

Hingga kini, industri rumahan ini tidak kurang menghabiskan bahan baku tepung sebanyak empat sak @ 25 kilogram, ayam 4 kilogram, kacang ijo 8 kilogram, kacang tanah 2 kilogram, coklat 10 kilogram, dan strawberry 2 kilogram. Sedangkan untuk pembagian hasil, dengan harga konsumen sekarang per biji Rp 2.000, maka sang penjual setor ke pemilik Rp 1.600. Setiap penjual rata-rata membawa 250 biji bakpao. Sedangkan jika ada yang tidak laku, maka menjadi tanggungan pemilik bukan tanggungan penjual. Barang yang tidak terjual, langsung dihancurkan oleh pemilik, untuk menghindari tertukar dengan yang baru.


Kiat menjaga kualitas bakpao warisan dari sang ayah, Heri tetap menerapkan resep yakni salah satunya membuat ragi sendiri yang digunakan dalam proses fermentasi. Selain itu Heri menjaga kualitas bakpaonya dengan tanpa menggunakan pengembang maupun pemutih.“Ragi kita bikin sendiri. Bakpao tanpa menggunakan pemutih maupun pengembang. Salah satu cirri-ciri bakpao tanpa pengembang yakni ketika diremas, maka secara perlahan bakpao kembali mengembang. Beda dengan menggunakan pengembang, ketika diremas maka akan hancur karena dalamnya tidak padat (kopong, bahasa jawa),” ujar Heri, sambil mempraktikkan meremas bakpao produksinya.

Heri menambahkan, untuk menjaga kualitas tidak berubah, selain tidak merubah resep, dia juga selalu memotifasi para penjual agar tidak surut niatnya berjualan. Karena semakin bagus penjualan, maka penjual juga mendapatkan penghasilan yang banyak.


Dari kegigihan menjaga kualitas, kini tidak kurang 1.500 biji bakpao terjual setiap hari, dengan perolehan omzet sekitar Rp 72 juta per bulan. Bahkan rencananya kedepan usaha ini akan dikembangkan dengan mengirim penjual di Blitar dan Nganjuk, namun tetap menerapkan konsep penjualan yang sama dengan cara jemput bola menggunakan rombong keliling.